PAREPARE, suaraya.news — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama Wali Kota Parepare, Dr HM Taufan Pawe menyetujui bersama pengesahan Ranperda APBD 2020 menjadi Perda APBD 2020.
Persetujuan terungkap dalam rapat paripurna DPRD Parepare, Kamis, 28 November 2019. Dalam paripurna, dari enam fraksi yang menyatakan pendapat akhir, lima di antaranya menyetujui pengesahan APBD 2020, sementara satu fraksi yakni Nasdem menolak.
“Fraksi Nasdem menolak APBD 2020, karena tidak adanya implementasi dari tiga taat asas,” tegas Juru Bicara Fraksi Nasdem, H Yasser Latif.
Lima fraksi lainnya yang menyetujui dengan catatan adalah Golkar, Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Persatuan Bintang Demokrasi, Amanat Kebangkitan Rakyat (Fakar), dan Demokrat.
“Lima fraksi menyetujui dan satu fraksi menolak, yakni Nasdem. Dengan demikian ini menjadi bahan persetujuan selanjutnya,” kata Wakil Ketua DPRD Parepare, M Rahmat Sjamsu Alam. Rapat paripurna dipimpin Ketua DPRD Parepare, Hj Andi Nurhatina Tipu dan Wakil Ketua Rahmat Sjamsu Alam.
Wali Kota Parepare, Taufan Pawe mengatakan, penetapan APBD tepat waktu membuat Parepare terhindar dari sanksi sesuai ketentuan peraturan perundangan berlaku.
Nilai APBD tahun anggaran 2020 Parepare yang ditetapkan adalah Rp900,96 miliar lebih. “Semoga memberikan nilai dan manfaat bagi tata kelola pemerintahan yang profesional dan efektif. Kita optimalkan dana yang terbatas untuk kepentingan pembangunan dan masyarakat,” harap Taufan Pawe.
Dengan anggaran terbatas, Taufan mengingatkan soal BPJS Kesehatan yang iurannya dinaikkan mulai 2020.
Anggaran iuran BPJS Kesehatan bagi masyarakat Parepare, yang menjadi program Pemkot, masih perlu dilakukan kajian. “Masalah BPJS Kesehatan ini perlu dilihat secara komprehensif,” kata Taufan.
Taufan juga menjawab pendapat akhir Fraksi Nasdem soal perizinan usaha, kemudahan investasi, teori telapak kaki, pajak usaha, hingga masih adanya jabatan lowong di Pemkot Parepare.
“Teori telapak kaki ini, dilihat dulu calon investor yang masuk. Contoh izin pengembang. Itu memang lama. Lokasi perumahan itu harus ada RTH 20 persen. Itu sudah memenuhi atau tidak, dan berbagai ketentuan lainnya,” ingat Taufan.
Teori telapak kaki, lanjut Taufan, adalah makna sosiologis ke masyarakat yakni Parepare menjadi daerah tujuan minimal daerah hitterland-nya.
Soal ketentuan pajak 10 persen bagi pelaku dunia usaha, menurut Taufan, itu untuk mencegah kebocoran PAD sesuai peringatan KPK. Bahkan KPK turun tangan dengan mengeluarkan aplikasi pajak online ke setiap pengusaha.
“Apakah itu membebankan dunia usaha, tidak. Itu kewajibannya. Kalau ada keberatan silakan ke Kopsurgah (KPK, red),” tegas Taufan.
Soal jabatan lowong, Taufan menekankan, jabatan itu penilaian, bukan hak. “Kalau masih ada yang lowong itu ada penilaian tentang kinerja. Jangan tempatkan pejabat yang tidak sesuai kemampuan dan kompetensinya,” tandas Taufan. (*)