Pemerhati LH Tegaskan Longsor di Gunung Tolong Lumpue Dikategorikan Kerusakan Lingkungan Dampak Aktivitas Manusia

PAREPARE, suaraya.news — Terjadinya longsor dan luapan lumpur di wilayah Gunung Tolong, Kelurahan Lumpue, Kecamatan Bacukiki Barat, Kota Parepare, bukan murni bencana alam. Tetapi dikategorikan sebagai kerusakan lingkungan hidup akibat dampak aktivitas manusia atau perbuatan tangan jahil manusia.

Hal ini dikemukakan oleh pemerhati lingkungan hidup Kota Parepare, H Bakhtiar Syarifuddin SE (HBS) saat ditemui di lokasi bencana, Kamis, 22 September 2022.

Ketua Forum Komunitas Hijau (FKH) Kota Parepare ini memaparkan, dalam ilmu lingkungan hidup dikenal ada 2 faktor penyebab terjadinya kerusakan lingkungan. Yang pertama karena faktor alami seperti tsunami, angin puting beliung, gunung meletus, gempa bum, dan lainnya. Kemudian yang kedua adalah faktor buatan atau akibat ulah tangan jahil manusia seperti penebangan pohon secara liar, membuang sampah di aliran sungai, menumpahkan limbah berbahaya di laut, dan termasuk pembukaan lahan tak terkendali serta eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan.

Untuk bencana kerusakan lingkungan hidup hari ini kita telah cermati bersama adalah satu kejadian alam yang dapat dikategorikan sebagai kerusakan lingkungan akibat campur tangan manusia. Karena nyata telah dilakukan penebangan pohon secara serampangan dan pengerukan lahan tak terkendali, akhirnya menyebabkan terjadinya penggundulan gunung,” ungkap Alumni PPSML Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia Jakarta ini.

HBS mengulas, penebangan pohon atau penggundulan hutan yang tak terkendali pada area pegunungan itu otomatis akan mengurangi fungsi pohon sebagai penahan air. Sehingga daya dukung serapan air pada tanah menjadi berkurang akhirnya menyebabkan terjadinya erosi dan banjir lumpur ke daerah dataran rendah.

“Untuk mengantisipasi risiko terburuk terhadap ancaman jiwa bagi penduduk yang bermukim di sekitar lokasi Gunung Tolong, sebelum terlambat kiranya secepat mungkin menjauhi atau mengungsi ke tempat yang lebih aman,” pinta HBS.

HBS yang melihat langsung ke lokasi secara dekat, menemukan masih ada ratusan kubik material yang sangat berpotensi terjadi longsor besar dan menghanyutkan lumpur yang meluber bila diguyur hujan dengan intensitas curah lebih tinggi.

“Apalagi berdasarkan prakiraan BMKG yang telah dirilis bahwa musim hujan untuk wilayah Sulawesi termasuk Kota Parepare datangnya lebih awal di bulan September dengan cuaca yang ekstrem,” ingat HBS.

Karena itu, HBS kembali mengingatkan bahwa jangan menunggu jatuhnya korban jiwa atas ancaman potensi longsor baru bertindak. Tetapi segera berbuat lebih cepat sebelum terjadinya bencana yang menelan korban jiwa.

Sudah Diperingatkan untuk Dihentikan

Sejak Juli 2022, HBS sudah mengingatkan bahwa aktivitas pengerukan lahan di kawasan Gunung Tolong itu berpotensi merusak lingkungan. Saat itu pengerukan atau pembukaan lahan sudah berjalan sekitar empat bulan, namun ditengarai belum kantongi dokumen izin lingkungan.

HBS pun mendesak Wali Kota Parepare untuk melakukan tindakan penghentian secara total demi penyelamatan dan perlindungan lingkungan hidup.

“Menurut laporan warga sekitar lokasi tersebut, kegiatan ini sudah berlangsung sejak empat bulan yang lalu. Saya juga baru ketahui hari ini Rabu, 27 Juli 2022, setelah ada laporan warga yang sudah resah,” ungkap HBS pada Rabu, 27 Juli 2022.

HBS mengaku, sangat sesalkan ada kegiatan pengerukan lahan tanpa ada izin lingkungan. Dia menilai kegiatan pengerukan lahan yang sudah berlangsung empat bulan tanpa dokumen lingkungan, terkesan Pemkot Parepare ada pembiaran.

“Harusnya sebelum dilakukan kegiatan ini, dokumen lingkungan hidupnya sudah lebih awal dilengkapi. Jangan nanti terjadi bencana alam akibat kerusakan lingkungan, baru saling tuding dan saling menyalahkan,” tegas Bakhtiar.

Dia menekankan, dokumen lingkungan penting diterbitkan dalam rangka memberikan kepastian bila lokasi tersebut layak untuk dimanfaatkan sesuai rencana. Sebab ada beberapa pertimbangan teknis yang harus dimiliki sebelum merubah bentang alam tersebut. “Terutama sekali, apakah lokasi tersebut sudah sesuai tata ruang wilayah kita,” imbuh Bakhtiar.

Pemkot Tegur dan Hentikan

Camat Bacukiki Barat, Fitriany yang dihubung terpisah, Kamis, 22 September 2022, mengaku sejak Maret 2022, sudah melakukan peneguran kepada pengelola setempat, untuk melengkapi dokumen perizinan, dan dihentikan jika belum memiliki izin. “Kami bahkan sampai tiga kali menegur. Dan terus kami lakukan langkah-langkah peringatan agar pengelola melengkapi izinnya sebelum lanjutkan aktivitas,” kata Fitriany.

Fitriany mengungkapkan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Parepare pun sudah turun tangan menegur dan meminta penghentian aktivitas di Gunung Tolong, jika belum dilengkapi dokumen izin lingkungan.

“Informasi yang kami dapatkan, aktivitas pengerukan atau pembukaan lahan ini sudah menjadi atensi pihak kepolisian, dan pihak pengelola sudah dipanggil. Ya, pada akhir Juli lalu (2022) aktivitas sudah dihentikan,” beber Fitriany.

Kepala Bidang Penaatan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan DLH Parepare, Jenamar Aslan dalam keterangan sebelumnya, mengungkapkan, kegiatan tersebut dimungkinkan wajib memiliki AMDAL. Di mana luas lokasi pengerukan kurang lebih 10 hektare. Itu sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No4 Tahun 2021 tentang Jenis Usaha/kegiatan yang wajib AMDAL, UKLUP, dan SPPL.

“Untuk kegiatan pemotongan bukit lebih dari 500 ribu M3 volume urugan material wajib Amdal. Karena harus dikaji kegiatan ini dapat mempengaruhi wilayah sekitarnya termasuk dapat mempengaruhi sistem tata air yang ada pada kawasan luas secara drastis,” terang Jenamar.

Jenamar juga menekankan, perlu disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Parepare apakah lokasi tersebut dapat dilakukan kegiatan pembangunan perumahan atau kegiatan pengerukan lahan seperti itu.

Begitu juga, kata dia, terkait mengenai kegiatan tersebut dapat tergolong masuk ranah pertambangan yang wajib memiliki izin pengangkutan dan penjualan material, apabila material itu dijual atau dibawa ke lokasi lain untuk dikomersialkan.

Jenamar mengaku, pengelola atau pelaku aktivitas di Gunung Tolong itu sudah diberikan sanksi administrasi berupa surat teguran oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Parepare per 4 Maret 2022. Di dalam surat teguran ada 3 poin. Yakni berhenti melakukan kegiatan pengerukan tersebut, dan berkoordinasi dengan Lurah dan Camat terkait tujuan dari pengerukan dimaksud, serta meminta izin kepada Pemerintah Kota Parepare untuk melaksanakan kegiatan yang mau dibangun pada lokasi tersebut.

“Sebab kegiatan itu berpotensi besar menimbulkan dampak kerusakan lingkungan yakni longsor serta limpasan air (run off) di wilayah masyarakat sekitar,” tandas Jenamar.

Namun diakui Jenamar, beberapa bulan kemudian setelah keluarnya surat teguran itu, kembali pelaku melakukan pengerukan lagi tanpa Izin.

Maka DLH Parepare, kata dia, telah mengadukan hal ini kepada Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan (BPPHL) Wilayah Sulawesi untuk ditindak lanjuti sesuai dengan penegakan hukum selanjutnya. (*)