PAREPARE, suaraya.news — Kunjungan ke 18 sekolah selama enam hari oleh Tim Pembinaan Sekolah Ramah Anak Gugus Tugas KLA (Kota Layak Anak) Kota Parepare, berakhir, Kamis, 22 September 2022.
Tiga sekolah yang menjadi sasaran pada kunjungan hari terakhir adalah SMP Kristen Parepare, SMP Frater Parepare, dan SMAN 5 Parepare.
Hasil kunjungan secara umum ke 18 sekolah, tim sudah memiliki catatan, masukan, dan simpulan terhadap apa-apa yang mesti dibenahi setiap sekolah untuk meningkatkan kualitas KLA Parepare menuju kategori utama.
Beberapa masukan itu di antaranya, tim tetap mengharapkan agar semua peserta didik memiliki dokumen administrasi kependudukan berupa Kartu Identitas Anak (KIA) untuk SD dan SMP sederajat, serta KTP elektronik untuk SMA sederajat. “Dinas Dukcapil siap memfasilitasi dengan datang langsung ke sekolah untuk perekaman (KIA dan KTP el). Sekolah tinggal menyurat saja ke Dinas Dukcapil,” kata Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Parepare, HM Makmur SPd MM yang memimpin tim turun ke tiga sekolah, Kamis, 22 September 2022.
Masukan lain terkait perpustakaan, terutama di SMP Kristen masih perlu dibenahi. Penempatan buku-buku mesti dirapikan agar tertata baik dan representatif. Sarana dan prasarana juga mesti ditingkatkan. Di SMP Frater dan SMAN 5, perpustakaan sudah cukup representatif.
“Saran saya, ada metode penataan buku yang mudah dan murah saya gunakan dulu di SMPN 4. Jadi buku kita kelompokkan sesuai jenisnya, misalnya buku matematika, fisika, dan seterusnya. Kemudian diberi tanda dengan kertas marmer berwarna di salah satu bagian buku. Kecil saja asal warnanya kelihatan. Misalnya matematika warna merah, fisika hijau, dan seterusnya. Tempat penyimpanan buku juga kita tandai sama dengan warna penanda di buku itu. Jadi kalau merah pasti matematika, tempatnya pasti yang ada tanda merahnya. Jadi biar buku itu tersebar ke mana-mana, tetap mudah kita kembalikan ke tempatnya, karena sudah ada tanda warnanya,” papar Makmur yang merupakan mantan Kepala SMPN 4 Parepare.
Hal lain yang mesti diperhatikan sekolah adalah toilet responsif gender. Toilet harus dipisahkan antara toilet laki-laki dan perempuan terutama di sekolah asrama seperti SMAN 5.
Di Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) juga mesti dipisahkan sampah medis dan non medis. Di SMAN 5 UKS bisa menjadi percontohan karena bilik antara perempuan dan laki-laki dipisah. Bahkan di SMAN 5, petugas UKS adalah tenaga kesehatan. Namun catatan lainnya, masih perlu dilengkapi SOP.
Kantin di SMAN 5 sudah sangat representatif, karena sekolah asrama yang memiliki pantri dengan makanan dan minuman terjamin kebersihan dan kesehatannya.
Sementara kantin di SMP Kristen dan SMP Frater belum representatif. Jajanan yang dijual masih kurang variatif, dan masih perlu diedukasi kurangi bahan pengawet dan pewarna makanan. Sarana dan prasarana juga kurang mendukung.
Saran lain adalah perhatikan anak yang masuk program PKH (program keluarga harapan). Perhatikan tingkat kehadirannya dan perilakunya di sekolah. Kemudian anak yang memiliki masalah di keluarga dan lingkungannya perlu didekati dengan baik dan diberi perlindungan. Maksimalkan peran BK untuk mendekati dan bina siswa secara persuasif. Khusus di sekolah asrama seperti SMAN 5 peran BK sangat penting.
Kemudian sekolah yang berada di lokasi padat seperti SMP Kristen dan SMP Frater, perlu diatur kepulangan siswa agar tidak terjadi perkumpulan. Seperti kepulangan siswa antar kelas atau antar tingkatan diatur tidak bersamaan. Ada jeda waktu. Serta perhatikan zona selamat sekolah bagi sekolah di lokasi padat dan tingkat arus lalu lintas tinggi.
Pemahaman tanggap bencana juga perlu disosialisasikan di sekolah. Khususnya sekolah asrama seperti SMAN 5 mesti memiliki jalur evakuasi dan titik kumpul siswa saat terjadi bencana alam.
“Jadi ada masukan, sekolah satu kali menyurat saja ditujukan ke Pemerintah Kota untuk permintaan penyuluhan dan simulasi tanggap bencana, bantuan bibit tanaman toga, perekaman KIA dan KTP el, perpustakaan keliling, dan kebutuhan lainnya terkait Sekolah Ramah Anak. Jadi mari bersinergi, terus bantu kami sukseskan program Pemerintah Kota Parepare, khususnya Kota Layak Anak ini agar meningkat ke kategori utama,” harap Makmur.
Kepala Bidang Perencanaan SDM dan Sosbud Bappeda Parepare, Dede Alamsyah Wakkang, anggota tim lainnya, mengapresiasi tinggi kerja sama, dukungan dan partisipasi 18 sekolah yang dikunjungi dalam pembinaan dan pendampingan Sekolah Ramah Anak ini.
“Ini bukan penilaian, tapi pembinaan dan pendampingan untuk peningkatan kualitas Sekolah Ramah Anak. Masukan dari tim diharapkan menjadi catatan-catatan bagi sekolah untuk terus dibenahi. Terima kasih atas kerja sama dan dukungan semua sekolah yang dikunjungi, semoga dengan pembinaan ini dapat meningkatkan grade Parepare menuju Kota Layak Anak kategori utama, apalagi salah satu syarat utamanya yaitu Perda Kota Layak Anak sudah disahkan beberapa hari lalu oleh DPRD dan Pemerintah Kota Parepare,” ungkap Dede.
Kunjungan ke sekolah-sekolah ini melibatkan seluruh SKPD penanggungjawab kluster KLA. Mulai dari Bappeda, DP3A, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Dukcapil, Dinas Kesehatan, DPPKB, DLH, Dinas Perpustakaan, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Kominfo, Dinas Sosial, Dinas Perhubungan, BPBD, Bagian Kesra Setdako, Kementerian Agama, Kecamatan Ujung, Kecamatan Soreang, Kecamatan Bacukiki Barat, Kecamatan Bacukiki, dan Forum Anak Parepare. (*)