PAREPARE, suaraya.news — Kalangan pemerhati pendidikan mempertanyakan seleksi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang SMP tahun pelajaran 2020-2021 di Kota Parepare.
Itu karena sebagian sekolah menerima siswa lebih besar dari jalur prestasi dibanding jalur zonasi. Sementara dalam Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB mengatur jalur zonasi lebih prioritas dibanding jalur lainnya termasuk prestasi.
Wakil Ketua Dewan Pendidikan Kota (DPK) Parepare, Dr Parman Farid mempertanyakan apakah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Parepare sudah menjalankan sistem zonasi itu sesuai diatur dalam Permendikbud.
“Dari penjelasan Kepala Dinas Pendidikan tentang hal itu, jawabannya bahwa yang mendaftar di zonasi tidak cukup, sehingga jalur prestasi lebih besar jumlahnya dari jalur zonasi,” ungkap Parman yang juga Ketua Komite SMPN 4 Parepare, Rabu, 8 Juli 2020.
Namun, kata Parman, karena dibukanya jalur prestasi lebih besar dari jalur zonasi ini, membuat hanya dua sekolah yang kuotanya mencukupi yakni SMPN 1 dan SMPN 2 Parepare.
SMPN 1 yang membuka kuota 10 rombongan belajar (Rombel) atau kelas untuk menerima 320 siswa, mencukupi 320 siswa yang masuk. Itu dengan rincian, 136 siswa lewat jalur zonasi, 182 prestasi, dan 2 mutasi. Dengan persentase 43 persen zonasi/afirmasi dan 57 persen untuk prestasi.
Sedangkan SMPN 2 yang juga membuka 10 Rombel untuk 320 siswa, terdata ada 318 siswa yang masuk atau masih kurang 2 orang untuk mencukupi kuota 320. Dengan rincian, 141 lewat jalur zonasi, 170 prestasi, dan 7 mutasi. Persentase zonasi/afirmasi 44 persen, prestasi 54 persen, dan mutasi 2 persen.
Namun ironisnya, kata Parman, hanya 2 sekolah itu yang mampu mencukupi kuota, sementara 11 sekolah negeri lainnya tidak ada yang mencukupi. Ditambah sekolah swasta yang sangat jauh dari mencukupi kuota.
Dia mencontohkan, SMPN 4 Parepare, yang mendaftar melalui jalur zonasi hanya 84 siswa, dan lebihnya 51 orang mendaftar lewat jalur prestasi dari total 135 siswa yang diterima. Jika dipersentasekan di SMPN 4, jalur zonasi/afirmasi 62 persen dan prestasi 38 persen. Padahal SMPN 4 Parepare membuka kuota 7 Rombel untuk 224 siswa. Sehingga masih kekurangan 89 siswa atau kurang lebih 3 Rombel yang kosong dari 7 Rombel tersedia.
“Pertanyaan saya apakah kalau jalur prestasi lebih besar dari jalur zonasi itu menyalahi Permendikbud. Apakah Disdikbud sebagai penyelenggara PPDB terpadu tahun ini sudah menjalankan sistem zonasi dengan benar,” imbuh akademisi Universitas Muhammadiyah Parepare ini.
Meski diakui Parman, bahwa banyak siswa yang memilih mendaftar di sekolah keagamaan dan luar daerah (data Disdikbud 803 siswa) dibanding di SMP umum, namun apakah langkah yang dilakukan Disdikbud sudah benar.
Plt Kepala Disdikbud Parepare, Arifuddin Idris yang dikonfirmasi terpisah, mengatakan, dalam Permendikbud No44/2019 pada Pasal 11 ayat (5) tidak mengatur pembatasan untuk jalur prestasi apabila jalur zonasi dan afirmasi belum mencukupi daya tampung sekolah.
Pada Pasal 11 ayat (5) berbunyi dalam hal masih terdapat sisa kuota dari pelaksanaan ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), Pemerintah Daerah dapat membuka jalur prestasi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d.
Sementara pada ayat (2) berbunyi jalur zonasi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a paling sedikit 50% dari daya tampung sekolah. Ayat (3) berbunyi, jalur afirmasi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b paling sedikit 15% dari daya tampung sekolah. Dan ayat (4) berbunyi jalur perpindahan tugas orang tua/wali sebagaimana dimaksud dengan ayat (1) huruf c paling banyak 5% dari daya tampung sekolah.
“Nah, apakah melanggar kalau jalur prestasi lebih besar dari zonasi dan afirmasi. Sementara dalam Permendikbud hanya menyebutkan dalam hal masih terdapat sisa kuota dari pelaksanaan zonasi, afirmasi, dan mutasi, Pemerintah Daerah dapat membuka jalur prestasi. Tapi sama sekali tidak menyebut batasan dari jalur prestasi. Dan kenyataannya, memang dari jalur zonasi lebih sedikit, sehingga dibuka jalur prestasi untuk mencukupi kuota,” terang Arifuddin.
Arifuddin mengakui, pelaksanaan PPDB tahun ini berlangsung dalam kondisi tidak normal. Itu karena dari data Disdikbud ada 803 siswa tamatan SD dan MI tahun ini memilih tidak mendaftar di SMP umum.
Padahal hitungan Disdikbud, ada 2.565 tamatan SD dan MI negeri dan swasta tahun ini di Parepare, yang bisa melanjutkan pendidikan ke SMP.
Sementara daya tampung 22 SMP negeri dan swasta di Parepare lebih dari cukup yakni 3.008 kursi.
Namun kenyataannya, hanya 1.762 siswa tamatan SD dan MI tahun ini yang mendaftar ke SMP. Ditambah yang tamat di bawah 2020 dan pindah domisili, 101 orang, sehingga total hanya 1.863 yang mendaftar ke SMP. Berarti ada 1.145 kuota kursi dari SMP yang lowong atau tidak terisi siswa.
“Setelah kita telusuri ada 803 siswa yang tamat tahun ini tidak mendaftar ke SMP. Alasannya beragam. Namun yang terbanyak sekitar 700 orang lebih memilih untuk masuk sekolah keagamaan seperti madrasah dan pesantren serta sekolah luar daerah. Nah, ini yang patut dipertanyakan kenapa,” tegas Arifuddin.
Hilangnya 803 pendaftar ini, menurut Arifuddin, menjadi penyebab kurangnya pendaftar di SMP umum, sehingga kuota daya tampung yang diharapkan tidak terpenuhi.
“803 orang ini kalau dibagi rata 32 perkelas, itu sampai 25 kelas atau Rombel. Berarti ada 25 Rombel yang hilang di SMP umum. Inilah penyebab sekolah-sekolah kekurangan pendaftar sehingga kuotanya tidak mencukupi,” beber Arifuddin.
Pertanyaan berikutnya, kata Arifuddin, bagaimana menentukan indikator siswa yang diterima melalui jalur prestasi.
Arifuddin menekankan, jelas diatur dalam Permendikbud No44 pada Pasal 20. Dalam Pasal 20 itu berbunyi, jalur prestasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (1) huruf d ditentukan berdasarkan nilai ujian sekolah atau UN, dan/atau hasil perlombaan dan/atau penghargaan di bidang akademik maupun non akademik pada tingkat internasional, tingkat nasional, tingkat provinsi, dan/atau tingkat kabupaten/kota.
“Jelas indikatornya. Mulai dari hasil ujian sekolah, ujian nasional, dan prestasi akademik maupun non akademik. Kita urut mulai dari poin nilai tertinggi. Misalnya nilai tertinggi 300, kita urut ke bawah sampai nilai yang mencukupi masuk kuota misalnya 250. Nah, kalau nilai 249 tidak lagi masuk di kuota, kita tutup. Berarti hanya sampai nilai 250 yang bisa terakomodir,” tandas Arifuddin. (*)