PAREPARE, suaraya.news — Pimpinan Daerah (PD) Muhammadiyah Kota Parepare turun tangan menyikapi indikasi tidak prosedural dalam proses promosi doktor salah satu mahasiswa Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah (UM) Parepare.
PDM dalam rapat pleno di Kantor PDM Parepare, Kamis, 22 Oktober 2020, memutuskan untuk meminta kepada BPH dan PPs UM Parepare menunda sementara proses promosi doktor bagi mahasiswa atau pihak pelaksana yang ditengarai melakukan pelanggaran prosedur suatu aturan baku baik Permendikbud maupun langkah menuju promosi doktor.
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Parepare, H Amran Ambar berharap hal ini dapat terselesaikan secara internal. “Namun jika belum terselesaikan kami berharap pihak PPM dan PWM Sulsel segera menangani. Agar tidak berdampak lebih jauh dan mencoreng Amal Usaha Muhammadiyah,” harap Amran Ambar.
Selaku salah satu Pimpinan Daerah Muhammadiyah Parepare setelah mendapatkan surat dari salah seorang tokoh perserikatan, Amran mengaku, seakan tidak percaya. “Kekuatan darimana dan pijakan apa yang membuat seorang mahasiswa dengan santainya meminta kepada Plt. PPs UM Parepare untuk menggantikan seorang co-promotor yang notabene seorang Ketua PDM, Anggota BPH UM Parepare dan mantan Direktur PPs UM Parepare beberapa periode bahkan sebagai pendiri UM Parepare,” ungkap Amran.
Amran mengaku sangat menyesalkan permasalahan ini. Dia menekankan, sebenarnya tidak perlu menjadi hal krusial seperti ini sekiranya mekanisme dan kepemimpinan seorang rektor mampu mengaplikasikan manajemen komplit.
“Perlu diingat bahwa pimpinan dan warga perserikatan memiliki dua keunggulan sekaligus menjadi kelemahan yakni militansi dan tawaddu. Warga Muhammadiyah akan lemah terhadap sentuhan religius dan pribadi yang kadang menjadi singa di saat terdesak dan terzalimi. Saya yakin dan persoalan apapun di perserikatan akan terselesaikan dengan pengakuan khilaf dan bersedia berubah,” imbuh Amran.
Amran mengemukakan, pergantian co-promotor itu bisa saja terjadi jika memang ada kasus. Misal mengundurkan diri, meninggal, adanya perdebatan antara promotor dan co-promotor yang tidak terselesaikan secara objektif, serta permintaan mahasiswa. Namun semua tidak instan, haruslah melibatkan mahasiswa yang merasa tertekan dan promotor atau co-promotor yang merasa dilecehkan. Dan hasilnya diteruskan ke program studi dan Direktur PPs untuk pengambilan keputusan.
“Terkait pelanggaran kaidah kaidah menuju promosi doktor menjadi tanggung jawab Direktur PPs dan Rektor. Apakah ada unsur pembiaran atau konspirasi saling untung dalam kepentingan semua akan terjawab jika pihak yang terkait melakukan penyelidikan secara objektif ilmiah,” beber Amran.
Terkait pertanyaan beberapa dosen dan warga perserikatan, menurut Amran, akan ditampung dan dia merasa tidak berkompeten menjawabnya.
“Pertanyaan itu antara lain pertama, bahwa rektor terkesan sangat otoriter melahirkan pengkotak kotakan warga sivitas akademika. Kedua, tidak adanya keterbukaan dalam pengelolaan mahasiswa termasuk mahasiswa baru yang ditengari melakukan pembohongan publik dengan mengungkapkan jumlah mahasiswa baru sebanyak 1.500 orang (jejak digital) ternyata terjadi penurunan sangat drastis. Ketiga, ditengarai pada kegiatan kegiatan bermuara berorientasi pada keuntungan pribadi (laporan perserikatan), dan hal-hal lainnya,” ungkit Amran.
Berdasarkan hal-hal tersebut, kata Amran, PDM melihat sudah hilangnya rasa ukhuwah saling asah, asih, dan asuh. Karena itu, sebagai warga perserikatan, Amran meminta kepada yang berkompeten untuk menunda sementara proses promosi doktor bagi mahasiwa yang tidak mengikuti prosedur sambil menunggu BPH sebagai tim penegak disiplin menyelesaikan masalah dengan sebaik baiknya dan seadil adilnya agar UM Parepare terhindar dari tercorengnya AUM.
“Yang menjadi pertanyaan saya pribadi antara lain, apakah hasil ujian proposal penelitian yang dimintakan untuk perbaikan tanpa disahkan oleh seorang peneliti dapat melanjutkan penelitian. Lalu mengapa ada pembiaran? Apakah judul penelitian yang telah disetujui dapat dalam proposal penelitian dapat diubah oleh mahasiswa tanpa melibatkan promotor dan co-promotor? Dapatkah proposal penelitian beserta instrumen tidak digunakan untuk menjadikan naskah sebuah disertasi? Semoga hal tersebut di atas tidak menjadi pijakan untuk pengantian co-promotor ataukah ini sudah menjadi konspirasi dalam melanggengkan penyimpangan nilai-nilai luhur akademik,” tegas Amran.
Amran juga mempertanyakan, apakah layak seorang Ketua PDM dengan seabrek jabatan dan karya yang telah diukir pada perserikatan diperlakukan dengan keji menjadi moral baru (The New Morality) pada seorang pejabat dalam perserikatan. Apakah promotor dan co-promotor di UM Parepare dapat mengabaikan aturan atau kaidah prosedur UM Parepare untuk menuju promosi doktor semisal ahli bahasa tidak lagi difungsikan dan publikasi pada jurnal internasional. Bahkan Permendagri Nomor 3 Tahun 2020 dapat dilanggar untuk promosi doktor.
“Dapatkah diciptakan aturan internal untuk menjadikan mahasiswa tertentu menjadi maha terpelajar. Wallahualam bissawab. Dan apakah ada dalam kaidah ilmiah jika dua co-promotor adalah sepasang suami istri dan ikut membantu dalam penyelesaian disertasi,” tandas Amran. (*)